Halaman

Masjid Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia - 1

Masjid  Raya Baiturrahman Aceh
   
http://arsitektur-indonesia.com/arsitektur/
menikmati-keindahan-arsitektur-masjid-raya-baiturrahman-aceh/


Masjid Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia tersebar diseeluruh Nusantara salah satunya Masjid Raya Baiturrahman Aceh dibangun pada tahun 1612 M dan merupakan termegah pada abad ke-18 itu menjadi salah satu bangunan yang selamat saat terjadi musibah tsunami di Aceh pada akhir 2004 lalu. Masjid Raya Baiturrahman Aceh dibangun oleh Sultah Iskandar Muda Mahkota Alam. Masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi, seperti perluasan dan penambahan kubah. Pada Tahun 1873 Mesjid ini digunakan oleh Para pejuang ketika itu, seperti: Teuku Umar dan Cut Nyak Dien mengatur strategi dan taktik perang dari Majid Baiturrahman.

Masjid Raya Baiturrahman Aceh  memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Luas area masjid pun bertambah kurang lebih sekitar 4 hektar. Di dalam kompleks masjid terdapat sebuah kolam dan menara induk. Mesjid ini menjadi  ikon Kota Banda Aceh dan menjadi monumental pasca Tsunami Aceh pada 2004. Saat bangunan sekitarnya rata dengan tanah, masjid ini berdiri dengan kokoh dan menjadi tempat berlindung warga dari terjangan tsunami. Masjid Raya Baiturrahman Aceh , Arsitekturnya  bergaya kuno ala negara India dan membuat masjid ini menjadi tempat wisata religi yang menarik untuk dikunjungi.





Masjid Agung Sunan Ampel 

https://seringjalan.com/5-masjid-bersejarah-untuk-tempat-ziarah/

Masjid Agung Sunan Ampel didirikan tahun 1421 oleh Sunan Ampel, dibantu sahabat karibnya Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, serta santrinya. Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah seluas 120 x 180 meter persegi di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel), Kecamatan Semampir Surabaya atau sekitar 2 km ke arah Timur Jembatan Merah. Tidak disebut kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini. Sunan Ampel juga mendirikan Pesantren Ampel. Masjid Agung Sunan Ampel memiliki gaya arsitektur perpaduan atnara Jawa Kuno dan Arab Islami. Dengan Bahan kayu jati dari berbagai wilayah di Jawa Timur didatangkan untuk menjadi bahan dasar masjid ini. Dan dari bentuk Masjidnya terlihat arsitektur bangunannya, masjid ini masih menggunakan akulturasi budaya lokal dan Hindu Budha.

Sunan Ampel dimakamkan di wilayah Masjid ini, dan sejak tahun 1972 sampai sekarang masjid Agung Sunan Ampel dapat dijadikan tujuan wisata religi saat sedang di Surabaya.


Baca Juga: Doa Sapu Jagat


Masjid Agung Demak

https://jejakpiknik.com/masjid-agung-demak/



Pada abad ke 15 Masehi Masjid Agung Demak merupakan masjid kuno yang dibangun oleh Raden Patah dari Kerajaan Demak dibantu para Walisongo. Masjid Agung Demak termasuk salah satu  masjid tertua di Indonesia. Masjid Agung Demak lokasi tidak sulit untuk ditemukan Karena Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Berada tepat di alun-alun dan pusat keramaian Demak.

Masjid Agung Demak merupakan tempat berkumpulnya Para Sunan Walisongo yang menyebarkan Agama Islam ditanaj Jawa, Sehingga Kota Demak disebut dengan julukan Kota Wali.  Raden Patah bersama dengan Walisongo membangun masjid ini dengan memberi gambar serupa bulus yang merupakan candra sengkala memet yang bermakna Sirno Ilang kerthaning bumi. Secara filosofis bulus menggambarkan tahun pembangunan Masjid Agung Demak yaitu 1401 Saka. Bulus yang terdiri tas kepala memiliki makna 1, empat kaki bulus bermakna 4, badan bulus yang bulat bermakna 0, dan ekor bulus bermakna 1. Hewan bulus memang menjadi simbol Masjid Agung Demak, dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen bergambar bulus di dinding masjid.

Masjid Agung Demak merupakan simbol arsitektur tradisional Indonesia yang khas serta sarat makna. Tetap sederhana namun terkesan megah, anggun, indah, dan sangat berkarismatik. Atap masjid berbentuk linmas yang bersusun tiga merupakan gambaran akidah Islam yakni Iman, Islam, dan Ihsan. Empat tiang utama di dalam masjid yang disebut Saka Tatal/Saka Guru dibuat langsung oleh Walisongo. Masing-masing di sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Apel, dan sebelah Timur Laut oleh Sunan Kalijaga.

Pintu yang terkenal di Masjid  Agung Demak bernama Pintu Bledheg karena mampu menahan petir. Pintu Bledheg ini  dibuat oleh Ki Ageng Selo juga merupakan prasasti Candra Sengkala yang berbunyi Nogo Mulat Sarira Wani, maknanya tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Bagian teras Masjid Agung Demak ditopang oleh delapan buah tiang yang disebut Saka Majapahit.




Masjid Menara Kudus 

https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Menara_Kudus


Masjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Jafar Sodiq atau yang lebih terkenal dengan nama Sunan Kudus sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islamdi tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha. Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini.

Sunan Kudus dikenal dengan sebutan Waliyil Ilmi. Ia mendapat sebutan itu karena menguasai berbagai ilmu agama diantaranya ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu hadist. Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam dengan kebijaksanaan sehingga mendapat simpati dari masyarakat yang waktu itu masih memeluk agama Hindu.


Berdasarkan Prasasti yang ditulis dalam bahasa aran dan  terletak di mihrab masjid Masjid Menara Kudus  didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.  Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura, yang biasa disebut oleh penduduk sebagai "Lawang Kembar". Di komplek Masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni ‘Delapan Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga. 

Menara Masjid Kudus menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil). Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug. dan pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu. 




1 Komentar untuk "Masjid Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia - 1 "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel